TATA CARA PENERAPAN SNI

Dari kajian BSN yang dilakukan tahun 2006 menunjukkan bahwa para pelaku usaha baru memanfaatkan hanya sekitar 20% dari sekitar 6.800 SNI yang ada. Fakta ini menjadi tantangan bagi BSN untuk meningkatkan sosialisasi penerapan standar kepada pihak berkepentingan, utamanya para pelaku usaha. Karena mereka belum sepenuhnya memahami hakekat penerapan standar, baik yang bersifat suka rela maupun wajib.

Penerapan standar harus dibuktikan dengan sertifikasi. Ada tiga tipe sertifikasi untuk menyatakan bahwa suatu produk sudah memenuhi standar. Pertama, sertifikasi pihak pertama yang didasarkan pada pernyataan diri (self-declaration) oleh produsen bahwa produk yang dipasarkan telah melalui proses produksi yang sistematis dan didokumentasikan. Pernyataan ini tidak didasarkan oleh verifikasi valid dari pihak lain. Ini banyak terjadi di lingkungan produk pertanian atau UKM. Penerapan standar dengan cara ini tidak dianjurkan untuk produk yang memiliki tingkat risiko bahaya yang tinggi.

Kedua, sertifikasi pihak kedua yang didasarkan pada pernyataan hasil verifikasi yang dilakukan oleh pihak kedua (pembeli/pelanggan) bahwa produk yang dihasilkan oleh produsen telah memenuhi standar proses produksi yang disepakati dan didokumentasikan. Cara penerapan standar ini hanya memberikan manfaat langsung pada kedua pihak yang terlibat.

Ketiga, sertifikasi pihak ketiga yang dilakukan oleh pihak lain yang tidak terkait dengan produsen/penjual atau konsumen. Cara ini disebut third party certification . model ini semakin banyak digunakan dan berkembang dengan pesat dan memerlukan dukungan kegiatan penilaian kesesuaian. Terkait dengan penerapan SNI, berikut ini disampaikan beberapa persyaratan-persyaratan yang harus dilakukan oleh pihak- pihak terkait.