Proper sebagai Instrumen pengukur penerapan CSR Oleh perusahaan

1. Pendahuluan
CSR secara umum merupakan kontribusi menyeluruh dari dunia usaha terhadap pembangunan berkelanjutan, dengan mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari kegiatannya. Sebagai salah satu pendekatan sukarela yang berada pada tingkat beyondcompliance, penerapan CSR saat ini berkembang pesat termasuk di Indonesia, sebagai respon dunia usaha yang melihat aspek lingkungan dan sosial sebagai peluang untuk meningkatkan daya saing serta sebagai bagian dari pengelolaan risiko, menuju sustainability (keberlanjutan) dari kegiatan usahanya. Penerapan kegiatan dengan definisi CSR di Indonesia baru dimulai pada awal tahun 2000, walaupun kegiatan dengan esensi dasar yang sama telah berjalan sejak tahun 1970-an, dengan tingkat yang bervariasi, mulai dari yang paling sederhana seperti donasi sampai kepada yang komprehensif seperti integrasi ke dalam tata cara perusahaan mengoperasikan usahanya. Mengingat CSR bersifat intangible, maka sulit dilakukan pengukuran tingkat keberhasilan yang dicapai serta sulit untuk dilakukan benchmarking. Oleh karena itu diperlukan berbagai pendekatan untuk menjadikannya kuantitatif dengan menggunakan pendekatan Triple Bottom Line atau Sustainability Reporting. Dari sisi ekonomi, penggunaan sumber daya alam dapat dihitung dengan akuntansi sumber daya alam, sedangkan pengeluaran dan penghematan biaya lingkungan dapat dihitung dengan menggunakan akuntansi lingkungan.

2. Pengungkapan Kinerja Pengelolaan Lingkungan Perusahaan
Berdasarkan UU No. 23 tahun 1997 mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup beserta peraturan pelaksanaannya, kinerja pengelolaan lingkungan wajib diungkapkan dan disampaikan oleh setiap orang/penanggung-jawab kegiatan. Kecuali AMDAL dan pengendalian pencemaran udara, seluruh informasi kinerja pengelolaan lingkungan tersebut hanya disampaikan kepada instansi lingkungan hidup. Masyarakat yang ingin mengetahuinya harus mencari akses sendiri. Pada era keterbukaan dengan makin didorongnya penerapan corporate governance pada perusahaan serta peran serta yang lebih besar pada masyarakat untuk menilai kinerja pengelolaan lingkungan, keterbatasan akses untuk menyampaikan dan mencari informasi tersebut menjadi kendala.

Beberapa perusahaan skala besar, terutama yang sudah tercatat di pasar modal serta mempunyai dampak yang besar dan penting terhadap lingkungan, secara sukarela mengungkapkan kinerja pengelolaan lingkungannya dalam berbagai spektrum, baik melalui pelaporan yang terpisah maupun menjadi bagian dari Laporan Tahunan. Akan tetapi, jumlah perusahaan yang sudah melakukan pengungkapan informasi pengelolaan lingkungan ini sangat terbatas. Laporan kinerja pengelolaan lingkungan yang disampaikan perusahaan kepada instansi lingkungan saat ini hanya berupa laporan penaatan (Compliance Report) dengan format dan istilah yang sulit dimengerti oleh orang awam maupun oleh pihak yang berprofesi non lingkungan. Oleh karena itu, adanya penyampaian informasi kinerja ketaatan pengelolaan lingkungan secara informatif kepada publik sangat diperlukan, sekaligus untuk mengukur efektifitas penerapan CSR pada perusahaan.

3. PROPER
PROPER atau Program Penilaian Peringkat Pengelolaan lingkungan pada perusahaan merupakan instrumen yang digunakan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup untuk mengukur tingkat ketaatan perusahaan berdasarkan peraturan yang berlaku.

PROPER diumumkan secara rutin kepada masyarakat, sehingga perusahaan yang dinilai akan memperoleh insentif maupun disinsentif reputasi, tergantung kepada tingkat ketaatannya. Penggunaan warna di dalam penilaian PROPER merupakan bentuk komunikatif penyampaian kinerja kepada masyarakat, mulai dari terbaik, EMAS, HIJAU, BIRU, MERAH, sampai ke yang terburuk, HITAM. Secara sederhana masyarakat dapat mengetahui tingkat penaatan pengelolaan lingkungan pada perusahaan dengan hanya melihat peringkat warna yang ada. Bagi pihak-pihakyang memerlukan informasi yang lebih rinci, KLH dapat menyampaikan secara khusus. Aspek penilaian PROPER adalah ketaatan terhadap peraturan pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, pengelolaan limbah B3, AMDAL serta pengendalian pencemaran laut. Ketentuan ini bersifat wajib untuk dipenuhi. Jika perusahaan memenuhi seluruh peraturan tersebut (in compliance) maka akan diperoleh peringkat BIRU, jika tidak maka MERAH atau HITAM, tergantung kepada aspek ketidak-taatannya. Untuk mencapai peringkat HIJAU atau EMAS, maka diperlukan penerapan jauh melebihi dari yang ditetapkan oleh peraturan (beyond compliance) baik terhadap peraturan tersebut di atas, maupun dengan penerapan perangkat sukarela lainnya seperti Sistem Manajemen Lingkungan, Pengembangan Masyarakat dan Pemanfaatan Sumberdaya alam dan Limbah Jika pada pencapaian peringkat biru digunakan penilaian sistem gugur, maka pada pencapaian peringkat hijau atau emas digunakan penilaian sistem pembobotan.