Pengembangan masyarakat dan proper

Pengembangan masyarakat (Community Development) merupakan salah satukriteria penilaian PROPER yang terus berevolusi, mulai dari tidak ada (1995), community relation (2002) sampai pengembangan masyarakat (2003). Penilaian CD saat ini relatif sederhana dibandingkan dengan penilaian ketentuan wajib. Mengingat KLH tidak memiliki mandat yang khusus mengenai aspeksosial, maka aspek CD ini dinilai untuk memberikan insentif kepada pihak-pihak yang telah berupaya lebih dari yang ditetapkan. Kriteria penilaian penerapan CD antara lain adalah adanya komitmen, program penerapan, keterlibatan masyarakat, keberhasilan dan penerimaan masyarakat.

Visi CSR DI DALAM PROPER
Secara umum tingkat ketaatan perusahaan dapat dijadikan tolok ukur bagi pencapaian penerapan CSR oleh perusahaan. Pada perusahaan sampai dengan peringkat BIRU maka maksimum akan memperoleh nilai TAAT. Data ketaatan ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi dampak utama dari kegiatan usaha serta untuk menghitung besarnya dampak. Data serial dapat disusun untuk memperlihatkan trend terhadap upaya CSR yang telah dilakukan. Pada perusahaan yang berpeluang menuju HIJAU dan EMAS, dapat dilakukan pengukuran kinerja CSR berdasarkan data ketaatan seperti dijelaskan pada alinea di atas dan environmental financial statement dengan menghitung biaya yang dikeluarkan untuk end-of-pipe treatment dan biaya yang dihemat karena penerapan eco-efficiency maupun 3R (Reuse, Recycling, Recovery). Saat ini kriteria penilaian kinerja penaatan pengelolaan lingkungan dilakukan secara umum untuk masing-masing warna peringkat dan berlaku umum untuk seluruh sektor kegiatan. Misalnya, perusahaan A mempunyai ketidak-taatan700% terhadap baku mutu air limbah akan berperingkat sama dengan perusahaan dengan ketidak-taatan 1000%. Ke depan harus dilakukan perbedaan nilai walaupun warna peringkat tetap sama, sehingga pengukuran CSR pada perusahaan tersebut akan lebih adil.

Selanjutnya, kriteria penilaian akan disusun berdasarkan sektornya, sehingga peringkat akan berlaku spesifik karena permasalahan lingkungan pada setiap sektor bersifat spesifik dan tidak dapat dibandingkan antar sektor. Misalnya tingkat kesulitan untuk mencapai peringkat HIJAU akan lebih tinggi pada industri pulp dan kertas daripada industri perakitan elektronik. Penyusunan kriteria spesifik ini juga diperlukan untuk mengatasi kendala sulitnya penerapan pemanfaatan limbah, khususnya limbah B3 pada sektor-sektor industri tertentu. Untuk penilaian pada tingkat taat (in compliance), saat ini tidak ada insentif penilaian terhadap upaya-upaya yang bersifat eco-efficiency, padahal banyak industri kimia yang pada tingkat taat (BIRU) yang melakukan re-use maupun daur-ulang terhadap air dari proses produksi. Jika kriteria penilaian telah dilakukan secara spefisik maka akan mudah untuk mengetahui tingkat penaatan secara spesifik. Selanjutnya, kinerja biaya pengeluaran dan penghematan biaya yang diperoleh dari upaya pengelolaan lingkungan dapat dihitung. Data ini selanjutnya dapat dikembangkan untuk mengukur kinerja CSR dalam bentuk Triple Bottom Line Report. Saat ini data PROPER sudah banyak digunakan oleh berbagai pihak untuk mengetahui tingkat kinerja penaatan pengelolaan lingkungan pada perusahaan. Sektor perbankan paling banyak menggunakan data PROPER, selain itu beberapa investor yang akan melakukan due-diligence. Hanya saja sampai saat ini komunitas pasar modal belum menggunakan data PROPER untuk mengukur tingkat ketaatan perusahaan yang tercatat. Beberapa kebijakan yang dikeluarkan baik oleh Bapepam maupun BEJ mengenai pengungkapan informasi pengelolaan lingkungan pada Laporan Keuangan perusahaan khususnya yang mempunyai dampak besar dan penting, hanya bersifat anjuran.